Bila dilihat dari kaca mata pelaku bisnis MLM sendiri tentu jawabannya tidak menakutkan. Tetapi mungkin tidak begitu bila menggunakan kaca mata yang berbeda. MLM menakutkan bagi sebagian orang salah satunya karena skema piramida yang digembar gemborkan selama ini. Skema piramida ini sangat mengerikan, karena skema ini hanya akan menguntungkan segelintir orang, dan itu biasanya adalah orang yang lebih awal menjadi member. Dengan sistem piramidanya otomatis posisi puncak adalah yang paling diuntungkan. Sedangkan kaki-kaki yang membentuk pondasi hanya berfungsi sebagai penompang agar posisi puncak aman.
Lalu kemungkinan lain yang menjadikan MLM menjadi monster menakutkan adalah masalah perekrutan member. Bagi sebagian orang merekrut adalah suatu cara yang digunakan untuk menipu seseorang dengan memberikan informasi yang tidak benar, seperti informasi yang dilebih-lebihkan jadi terkesan apa yang dibicarakan menjadi luar biasa, belum ikut bergabung sudah diceritakan hal yang muluk-muluk. Atau informasi yang dikurangkan, menjadikan bisnis MLM tampak lebih mudah dalam menjalankannya. Padahal pada kenyataannya tulang harus dibanting ke sana ke mari.
Wajah MLM lain yang dianggap menakutkan bagi sebagian orang adalah adanya target tutup poin setiap bulannya. Tapi tentang hal yang satu ini adalah wajar, bahkan sangat wajar. Saya malah terheran-heran bila tutup poin masuk kriteria hal yang menakutkan. Bukankah terkesan lucu, bila pelaku bisnis tidak memilki target setiap bulannya? Iya, tutup poin sama halnya dengan target dari bisnis. Bila ada pelaku bisnis yang keberatan dengan adanya target bisnis, lalu buat apa mereka memiliki bisnis? Hanya biar tampak keren, atau bila ditanya maka jawaban yang diberikan akan menutupi sedikit keyataan bahwa dia hanya seorang pengangguran. Bisnis yang sehat adalah bisnis yang memilki target yang jelas. Tutup poin adalah target personal bagi pelaku bisnis jaringan (MLM).
Skema piramida, perekrutan dan tutup poin pada umumnya ketiga hal inilah yang membuat sebagian orang takut melihat MLM. Tentang skema piramida, sebenarnya perusahaan MLM mana yang menganut ajaran ini? Mari kita coba lihat satu perusahaan MLM yang bergerak di bidang kecantikan dan berasal dari swedia yaitu Oriflame. Apakah perusahaan ini termasuk yang menggunakan skema piramida? Untuk bisa menggambarkan sebuah kebenaran bagusnya terjun langsung ke lapangan. Tapi saya coba mengambil contoh yang ada di lapangan.
Nadia Muetia adalah salah satu member oriflame. Beliau adalah founder dari group d'BC Network. Bersama Dini Shanti, Nadia Muetia membentuk d'BC network. Sedangkan d'Bc Network sendiri adalah salah satu group diantaran sekian banyak group Oriflame yang telah ada. Dini Shanti adalah salah satu downline langsung Nadia Muetia. Tapi tahukan kamu bila saat ini bonus Dini Shanti lebih besar dibandingkan uplinenya, orang yang mengajak dia bergabung di Oriflame, Nadia Muetia. Untuk bonus kedua orang ini sepertinya tidak perlu saya tuliskan di sini, takutnya akan menimbulkan kecemburuan sosial. Di Indonesia kesenjangan sosial ini sudah cukup tinggi, tidak perlu saya perjelas dengan menuliskan bonus kedua konsultan independent oriflame tersebut, bahaya. Dengan contoh ini otomatis skema piramida terpatahkan dengan baik ya. Kalo belum, lebih baik kamu bergabung dulu di perusahaan kosmetik ini dan cari kebenaran dari tulisan ini. ^_^
Lalu tentang perekrutan. Merekrut adalah salah satu cara yang digunakan untuk memenuhi target penjualan pada level tertentu. Merekrut sebenarnya tidak diwajibkan. Merekrut dilakukan bila pelaku bisnis jaringan memilki target penjualan yang cukup besar. Tapi bila target penjualan yang telah ditentukan bisa dipenuhi tanpa melakukan perekrutan, maka perekrutan tidak perlu dilakukan.
Di Oriflame ada yang namanya Success Plan Oriflame. Success Plan Oriflame adalah jenjang karir yang ditawarkan oleh Oriflame yang ditujukan untuk para konsultan independentnya. Success Plan Oriflame inilah yang menjadi daya tarik bagi member yang telah bergabung.
gambar dari dokumen d'BC Network
Dari tabel Succes Plan Oriflame di atas jelas tentang bonus yang akan di dapat bila seorang member berhasil berada di level tertentu. Setiap level memiliki target Bonus Point (BP) yang berbeda-beda. Makin besar Bonus Point (BP) yang diperoleh maka akan makin besar bonus rupiah yang didapat. Bonus Point di sini berfungsi sebagai target penjualan yang harus dicapai. Tidak ada kewajiban bagi seorang member oriflame harus memenuhi target-target bisnis point di atas. Karena bisnis yang dijalankan adalah bisnis sendiri bukan bisnis orang lain. Upline dan downline hanyalah sebuah istilah yang digunakan untuk mempermudah dalam menjalankan bisnis jaringan ini. Pada kenyataannya bisnis mu adalah bisnis mu, dan bisnis ku adalah bisnis ku. Seorang upline fungsinya hanya memberikan informasi kepada downline tentang langkah-langkah mana yang harus dilakukan. Tetapi semua keputusan 100 % berada di tangan downline. Tidak ada paksaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan. Karena menjalankan bisnis harus memilki kesadaran tentang bisnis itu sendiri. Bila tidak, sama saja dengan bermimpi. :)
Disinilah kaitannya dengan merekrut. Bila seorang member memiliki target bisnis 10.000 BP, maka untuk memudahkan pencapaian target penjualan tersebut, dia harus merekrut orang-orang yang mau di ajak berkerjasama. Kecuali bila dia sanggup memenuhi 10.000 BP dengan melakukan penjualan pribadi, maka merekrut bisa dikesampingkan.
Apakah merekrut masih menakutkan? Kita keluar sebentar dari topik bahasan ini. Mari kita meluangkan waktu sejenak untuk PT. Merpati. Ini bukan tentang perusahaan MLM, ini tentang perusahaan penerbangan nasional domestik Indonesia yang dikabarkan akan bangkrut. Tahukah kamu berapa kepala yang menggantungkan hidupnya di perusahaan penerbangan ini? Pastinya banyak, sekarang kondisi perusahaan diujung tanduk. Nasib pegawainya pun tidak jelas. Sebagian pilot-pilot merpati sudah mengirimkan surat lamaran kerjanya ke perusahaan lain. Gaji pegawai pun banyak yang belum dibayar karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan. Bahkan ada pegawai perusahaan yang tidak sanggup untuk membayar uang kontrakan. Di tengah semakin meningginya biaya hidup, mereka malah dihadapkan kondisi yang kurang menguntungkan. Sebenarnya kondisi ini belum yang terparah, kebetulan saya baru menonton Metro Hari Ini tentang kondisi PT. Merpati.
Lalu apa kaitannya merekrut dengan berita tentang perusahaan penerbangan ini? Menurut saya merekrut yang benar adalah memberikan informasi-informasi sesuai dengan kadarnya, tidak dilebihkan juga tidak dikurangkan. Bila dengan merekrut bisa memberikan peluang bagi seseorang untuk meningkatkan taraf hidupnya maka kenapa merekrut menjadi menakutkan? Merekrut bukanlah hal yang mudah, tapi merekrut juga bukan hal yang susah dilakukan. Mudah atau susah semua tergantung jam terbang dan pengetahuan yang menunjang dalam merekrut. Mind setnya harus dibenarkan dulu, bahwa merekrut adalah menawarkan peluang bukan memaksakan peluang. Di tengah kondisi ekonomi yang kurang bagus bagi sebagian orang, seharusnya merekrut adalah salah satu solusi yang ditawarkan untuk mereka yang mau. Apakah merekrut masih menakutkan?
Lalu yang terakhir tentang tutup point. Ah, tutup point seharusnya bukan hal yang menakutkan bagi pelaku bisnis. Perusahaan yang bertaraf nasional atau pun internasional pastinya memiliki target penjualan yang jelas. Bedanya target-target penjualan perusahaan-perusahaan ini berskala besar. Tapi bila target penjualan tercapai, maka itu waktunya bonus cair bagi pegawainya. Tentang tutup point harusnya tidak menjadi masalah bukan. :)
Apakah MLM masih bisnis yang menakutkan ?
No comments:
Post a Comment