Wanita-Wanita Lanjut Usia nan Energik

Sabtu, 19 September 2015.

Asyik nich kalau di rumah ada Smart TV. Bisa nonton, bisa juga internetan. Mantap. Tapi, bukan itu tujuan kami keluar pada Sabtu lalu. Smart TV untuk sementara waktu kita simpan dulu dalam angan-angan.

Tempo lalu adalah langkah awal saya sebagai seorang blogger dalam menyemarakkan dunia blogging Indonesia. Yakni menghadiri sebuah event yang bertempat di Pong Me Gunawarman, Jakarta Selatan. Antusias. Heboh. Gugup. Berdebar-debar. Dag dig dug. Lalu kebelet. Ya, begitulah. Yang pertama selalu terasa lebih special. Kondisi ini diperparah dengan keberangkatan kami yang tidak sesuai jadwal. Pasti saya terlambat. Telat dech. Keburu bubar nich acara. Duch suamiku kenapa lama sekali nyetirnya. Keluh kesah yang tak terdengar.

Iya, Sepanjang perjalanan batin saya tidak pernah diam. Rusuh dan kisruh. Berbeda dengan mulut saya yang terkatup rapat. Tubuh saya pun tak banyak bergerak. Hanya mata saya yang jalang memperhatikan jalanan yang rapat oleh ragam kendaraan. Seandainya ada TV Kabel yang tidak hanya menyediakan tontonan tapi juga mampu memberikan akses internet tanpa batas dengan kecepatan yang meroket. Tentu akan meringankan kegiatan saya sebagai seorang blogger. Ah, kacau nich. Karena gugup, pikiran saya jadi melantur ke mana-mana.

Local Heroes Blogging Seminar

Acara ini terselenggara atas kerja sama antara MyRepublik ( provider internet milik Singapura yang menawarkan Super Fast Fiber Broadband ) dan DW ( Germany's International Broadcaster). Ada dua narasumber yang akan menyapa kami. Yaitu bang Enda Nasution, seorang blogger yang memiliki julukan sebagai bapak blogger Indonesia. Dan bapak Yuniman, jurnalis utusan dari Deutsche Welle (DW) Indonesia.

Menurut bang Enda, bila melihat blogosphere yang berkembang di Indonesia. Tampak tema-tema yang berbau isu-isu sosial masih kurang diminati oleh blogger-blogger nusantara. Minimnya blogger yang mengusung tema-tema sosial, politik justru menjadikan niche jenis ini peluang baik bagi blogger itu sendiri. Hal ini seiya sekata dengan yang disampaikan oleh Pak Yuniman. Negeri ini membutuhkan blogger-blogger yang berani mengangkat isu-isu sensitif yang tengah berkembang di masyarakat dan mampu membawa dampak positip pada perubahan.

Dan dalam kesempatannya pak Yuniman memperkenalkan slogan baru dari DW, Made For Minds. Di bawah slogan tersebut DW berkeinginan "merangkul" pemikiran-pemikiran kritis yang lahir dari sudut pandang nan independen. Kristis terhadap lingkungan, kritis terhadap pemerintah, kritis terhadap perkembangan politik, atau pun kritis terhadap sosial yang semua itu disajikan dengan cara yang bebas namun bertanggung jawab. Freedom Of Speech, kebebasan berbicara dalam mengekspresikan berbagai hal tanpa melupakan sumber data yang valid dan jelas.

Local Heroes sebagai tema yang diusung pada seminar lalu juga merupakan program baru dari DW. Inilah bentuk penghargaan DW yang ditujukan kepada local heroes berwawasan global, berkepedulian sosial, serta mampu menggerakkan perubahan dan inovatif. Mereka tak sekedar melakukan sesuatu untuk diri sendiri, namun juga berperan dalam membuat perubahan di lingkungan dan memotivasi orang di sekitarnya untuk maju.

Senam Tera Indonesia Mempererat Persatuan

Hero, dalam bahasa Indonesianya berarti pahlawan. Nah, bila kini kita bicara pahlawan maka akan banyak rupa yang tertangkap oleh benak. Pahlawan bisa jadi diri saya sendiri, kamu, dia, pemilah sampah, penjual sayur, kuli bangunan, para pejuang kemerdekaan, para menteri, hingga presiden adalah pahlawan. Cakupannya begitu luas. Namun, bila kata hero disandingkan dengan kata local maka makna yang dibawanya memiliki jangkauan yang sedikit lebih sempit. Pahlawan-pahlawan lokal. Pahlawan-pahlawan disuatu tempat. 
bu Lina sebagai instruktur senam
Di komplek tua kami, ada sekelompok wanita-wanita lanjut usia yang mendedikasikan dirinya untuk kesehatan sesama. Mereka bukanlah dokter, mereka juga bukan mantri, dan mereka bukan pula ahli-ahli dalam bidang kesehatan. Tidak ada obat gratis yang mereka bagikan. Namun melalui gerakan badan mereka beraksi. Melalui hirupan nafas mereka peduli. Melalui Senam Tera mereka bersama 100 anggota terdaftar melakukan olah gerak dan olah pernafasan demi menjaga tubuh-tubuh yang tak lagi muda itu tetap sehat baik secara jasmani atau pun rohani.

"Di sini saya belajar bagaimana caranya mengatasi perbedaan. Kami ini terdiri dari banyak suku. Batak, Jawa, Padang, Sunda dan warga keturunan pun ada. Agama kami pun berbeda. Islam, Khatolik, Khonghucu semua ada. Tapi lihatlah kami. Perbedaan tidak membuat kami tercerai berai. Melalui komunitas senam ini kian mempererat tali persaudaraan kami."

Begitulah bu Lilik memulai perbincangan kami. Obrolan kami dilakukan di aula sekretariat RW blok H Komplek Pulogebang Permai. Di hadapan aula tersebut terdapat lapangan yang cukup luas. Cukuplah bila harus menampung 100 anggota Senam Tera Indonesia Pulogebang Permai. Di tanah lapang tampak bu Lina tengah menikmati perannya menjadi instruktur senam tanpa bayaran. Dan bu Lilik yang dipercaya sebagai wakil dari pengurus komunitas dalam menjawab berbagai pertanyaan yang saya ajukan.

Jiwa-Jiwa Sosial dalam Tubuh-Tubuh Energik

Raut wajahnya, gerak bibirnya, rasa pedulinya menunjukkan sisi humanisme yang ditangkap oleh bu Lilik secara pribadi dari komunitas yang diurusnya. Menurut beliau tidak hanya kerukunan agama saja yang terjaga dengan baik. Kegiatan sosial pun kerap dilakukan. Dari iuran sebesar Rp 20.000,- yang dikumpulkan setiap bulan dapat dipergunakan untuk banyak keperluan. Diantaranya untuk biaya opersional komunitas, kebersihan dan termasuk juga untuk dana sosial. 
usai senam seorang ibu tengah diukur tekanan darahnya
Beberapa kegiatan sosial pun telah dilakukan. Salah satunya memberikan sumbangan ke panti-panti jompo dan anak-anak terlantar seperti Panti Jompo Cipayung. Terakhir mereka memberikan santunan kesetiap petugas kebersihan yang ada di komplek perumahan.

Rasanya komunitas yang diurus oleh beliau ini begitu berarti bagi bu Lilik pribadi. "Komunitas ini tidak hanya menyehatkan jasmani tapi juga rohani. Karena setiap senam dilakukan ada kotak amal yang disediakan untuk menampung sumbangan yang diberikan seikhlasnya. Disitulah sehat rohani yang saya maksud."

Bu Lilik dan kawan-kawan telah menjabat selama delapan tahun. Masa jabatan yang cukup panjang karena memang pergantian pengurus dirasa tak perlu dilakukan. Hebatnya selama kepengurusan diketuai oleh bu Lina, dengan sekretaris yang ditempati oleh bu Ika, dan bendahara yang dipegang oleh bu Lilik Wicaksono kamunitas senam ini tak pernah sepi dari peserta.
kotak amal, inilah salah satu yang menyehatkan rohani peserta senam (bu Lilik)
"Semua agama itu mengajarkan hal yang sama. Selalu mengenai kebaikan. Berbuat kebaikanlah dengan sesama. Saya heran akhir-akhir ini negri kita ini kian kisruh dengan perbedaan. Cobalah belajar dengan kami bagaimana mengatasi perbedaan. Wong damai itu indah kok." serunya mengakhiri perbincangan kami seraya melontarkan senyum yang masih tampak manis itu.

Perbincangan antara saya dan bu Lilik memang harus dihentikan seiring senam tera yang telah usai. Bu Lilik pun kembali sibuk dengan segala urusan yang ditanganinya. Dan saya pun kembali larut dengan angan-angan saya yang belum juga terwujud. Hm, kapan Smart TV akan ada di rumah saya. Dan seandainya sebuah Smart TV bisa saya hadirkan di sekretariat RW ini lalu didukung dengan TV Kabel yang bisa dipergunakan untuk mengakses internet dengan kecepatan yang meroket, komunitas ini pasti akan terlihat semakin keren. Ah, lagi-lagi saya melamun. Orang-orang riuh dengan berbagai keperluannya, saya malah sempat-sempatnya melamun. Jadi malu sama ibu-ibu tua nan energik itu. :)
pengurus (ki-ka) bu Lilik, bu Memey, bu Ika, bu Lina dan bu Indah
Lamunan saya menghilang pandangan saya melayang ke arah meja yang riuh oleh kerumunan para peserta senam. Mata saya pun segera memcari tahu apa yang tengah menjadi pusat perhatian banyak orang. O rupanya kehadiran tensimeterlah yang menjadi pemikat wanita-wanita tua itu mendekati meja. Satu lagi yang membuat saya terkagum-kagum dengan komunitas senam ini. Ternyata mereka benar-benar peduli terhadap kesehatan anggotanya. HEBAT. [*]


Related Posts

8 comments

  1. Isu sosial agak sensitif ya, Mak.

    Hihihii
    Takut lapaknya rame dengan debat.

    Seru acaranya. Makasih sharingnya, Mak

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenarnya tak harus hal-hal yang memancing perdebatan pun bisa diangkat ke permukaan kok mbak ... dan kalo pun hendak mengangkat isu-isu sensitip tentu harus didukung dengan kejelasan sumber, data-data yang valid.. dan penyampaian yang baik.. tapi memang bersenggolan dengan masalah-masalah sensitip seperti itu tantangannya lebih besar ....

      makasih ya udah mampir :))

      Delete
  2. Heheheh klo saya suka isu kemanusiaan dan sosial...
    iya jarang sekali blogger yg pnya niche ttng itu... tapi klo isu politik gmna ya? pasti rame tuh blognya hehehehe :D
    Tulisannya menarik :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe klo gitu buat blog khusus utk mengangkat masalah kemanusiaan mb...
      rame gaknya isu politik tsb tergantung isi mb, sama populer gaknya blog..

      makasih udah mampir ya :)

      Delete
  3. Halo mba helni boleh tau contact ibu lilik saya mau buat seminar disana mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mba della.. ini seminar tentang apa ya? maaf saya tidak bisa memberikan contacknya begitu saja.. mungkin mba bisa mendeskripsikannya lebih jelas seminar ttg apa itu dengan menghubungi jeng elnot pada laman yg telah disediakan.. terima kasih sebelumnya...

      Delete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.