![]() |
credi |
Kabut tipis masih terlihat di sepanjang jalan komplek tua. Motor ku pacu sedikit laju. Pagi yang selalu sibuk. Dengan dua putri yang bersekolah di tempat yang berbeda membuat ku selalu berkejaran dengan waktu. Aku tak tega bila harus memaksakan motor ringkihku menghajar jalanan dengan brutal. Tapi aku tak ada pilihan. Karena waktu tak pernah mau menunggu. Jadilah pagiku selalu dilalui dengan riuh.
Kali ini kami berangkat sedikit lebih pagi. Tentu itu karena aku akan berkunjung ke salah satu toko swalayan terdekat. Sebenarnya aku lebih berminat membelikan anak-anakku panganan tradisional untuk bekal mereka tinimbang ragam jajanan yang disediakan toko swalayan. Tapi apa lacur susu tidak disediakan oleh acil langgananku. Jadilah pagi itu kami menjejakkan kaki ke toko yang menjadikan lebah sebagai maskotnya. Sesampainya di dalam anak-anak segera berpencar mencari panganan yang mereka suka. Aku memantau apa saja yang boleh mereka ambil. Ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh kedua putriku. Salah satunya jajanan yang mereka beli tidak boleh mengandung msg.
Kali ini kami berangkat sedikit lebih pagi. Tentu itu karena aku akan berkunjung ke salah satu toko swalayan terdekat. Sebenarnya aku lebih berminat membelikan anak-anakku panganan tradisional untuk bekal mereka tinimbang ragam jajanan yang disediakan toko swalayan. Tapi apa lacur susu tidak disediakan oleh acil langgananku. Jadilah pagi itu kami menjejakkan kaki ke toko yang menjadikan lebah sebagai maskotnya. Sesampainya di dalam anak-anak segera berpencar mencari panganan yang mereka suka. Aku memantau apa saja yang boleh mereka ambil. Ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh kedua putriku. Salah satunya jajanan yang mereka beli tidak boleh mengandung msg.
Selesai memilih kami pun menuju kasir. Kulihat ada dua orang yang tengah berbaris. Kakek tua dan seorang anak seusia putri sulungku. Kedatangan kami menjadikan aku urutan ke tiga dalam barisan. Semua berbaris sesuai waktu tiba mereka di depan kasir. Tapi seperti yang sering aku alami selalu ada satu dua orang yang tidak melihat bahwa kami telah berdiri terlebih dahulu. Tanpa mengacuhkan pandangan heran kami si ibu menyuruh anak perempuannya meletakkan barang belanjaannya begitu saja di meja kasir. Kejadian seperti ini terlampau sering aku lihat. Aku pun tak segan berteriak.
"Mbak seharusnya bapak ini dulu sebelum ibu itu," teriakku kepada petugas kasir.
Teriakan pertamaku tampaknya tidak cukup berhasil menggagalkan aksi si ibu. Maka teriakan kedua pun akan kulayangkan. Namun sayang kalimatku harus menggatung di ujung lidahku. Karena bapak tua yang ada di depanku menahanku, "biarkan saja mbak" katanya. Aku pun tidak menyuarakan rasa tidak nyamanku akan kondisi yang kulihat. Dan si petugas kasir terlalu sibuk sehingga tidak memperdulikan protes pertamaku. Si ibu yang memanfaatkan anaknya itu pun dengan bebas menyelak tanpa merasa berdosa. Ku perhatikan wajahnya tanpa berkedip, berharap si ibu akan membalas tatapan tidak suka ku terhadap sikapnya. Tapi si ibu hingga selesai melakukan pembayaran tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arahku. Saat tiba giliranku, segera kukeluarkan protes yang tertunda.
"Mbak, di sini sering banget ya aku melihat seseorang mendahului yang mengantri lebih awal. Beda sama toko swalayan yang di sana. Petugas kasirnya tidak akan membiarkan seorang pun menyelak yang lain." seruku lega. Kali ini tidak hanya si pegawai wanita saja yang mendengar keluhanku. Tapi beberapa pegawai ikut menimbrung tanpa memberi komentar. Selesai melakukan pembayaran aku pun bergegas keluar menuju motorku yang terparkir. Kedua putriku diam tidak bersuara. Biasanya ada saja cerita yang keluar dari mulut mereka.
Kulihat mentari semakin meninggi. Segera kunyalakan motor tuaku, ku alihkan posisi normal speedometerku ke angka satu. Kugas motorku secara perlahan lalu melaju meninggalkan toko swalayan. Dalam perjalanan menuju sekolah, aku berharap kedua buah hatiku dapat mengambil pelajaran dari kejadian di toko swalayan tadi. Karena dalam sebuah antrian banyak sekali manfaat yang bisa diambil. Semoga mereka mengerti sedikit pelajaran di awal hari ini. (*)
halo mak, mampir ya. memang budaya antri masih harus kita pelajari. Banyak orang yang menyepelekan, memotong antrian karena menganggap 'ah pasti gak bakalan protes deh'. Saya paling sering jadi senewen soal antri, karena gak orang yang motong antrian, kasirnya (atau yang diantriin) itu aja juga gak ngeh. Kalau kita protes, mereka banyakan gak membela kita karena dia tahu itu salah. :) Hehe wah jadi berapi api.
ReplyDeleteSalam kenal mak
yoi mak .. gak papa berapi-api, saya senang org sperti itu.
Deletesalam kenal juga :)
Aku termsk orang yang menghargai "antre"... Aku paling jengkel sama orang yang suka motong antrean... Sepertinya orang spt itu tak tahu aturan dan tak disiplin .. Padahal dari hal2 kecil seperti inilah kita bisa maju...
ReplyDeleteiyah... itulah yang sering terjadi di pagiku mom ..
Deletebudaya antri antara indonesia dan jepang beda jauh ya,, saya pernah nonton tv nhk, disitu digambarkan gimana warga jepang suka yang namanya mengantri meski harus nunggu lama :D
ReplyDeletetapi kalau di indonesia kebayakan gak sabaran. bisa dilihat saat pembagian sembako aja, bukannya antri yang bener tapi berebutan pengen duluan dan akhirnya ricuh huft
dari hal kecil seperti ini mungkin bisa kelihatan gimana majunya suatu negara :)
Jepang sudah menyadari hal ini jauh lebih dulu dari kita... berharap Indonesia segera menyusul :)
DeletePelajaran langsung ini buat si kecil. Yakin, mereka bakal seperti mamahnya...
ReplyDeleteTfs ya mak :)
umumnya anak2 selalu mengkopi sikap dan tingkah laku orang sekitar, saya berharap mereka hanya mengambil yang baik2nya saja..
Deletesip sama2 mak krn sudah sudi mampir :)
aku juga suka sebel sama orang yang serobot antrian, kapan ya orang Indonesia bisa membudayakan antri
ReplyDeletesama kita mak *tos , suatu saat nanti :)
DeleteMasih mending itu, laa gue pernah diserobot pas mau ngisi bensin.... Ada bapak bapak malah buat barisan baru.... Pingin banget gue ajakin duel, tapi karena bapak bapak nggak jadi....
ReplyDeletePositif thinking dan mengikhlaskan adalah jalan terbaik. Tapi menegur juga tidak salah, setidaknya ada shock terapy dan buat si pelanggar malu...
mungkin ketika gw s'umur lo, gw lebih bisa mnerima kondisi2 sperti itu bro.. lha ini di belakang gw ada bocah yg sanggup mniru apa pun yg terlihat... pembiaran, pemakluman, pengikhlasan tampaknya lebih mudah dlakukan, dan dibanyak kesempatan memang slalu sperti itulah adanya.. nah di situ gw merasa sedih bgt bro..
Deletebtw thanks udah ikut meramaikan blog ini, jgn bosen mampir di mari ... :))