"Surat Kaleng" ala Anak SD

"Bagaimana perkembangan kasus "surat kaleng" yang lalu?", seorang ibu memulai pembicaraan siang itu. Sebut saja ibu Nina. Menunggu waktu anak-anak pulang sekolah, sering dimanfaatkan oleh sebagian ibu-ibu untuk berbagi cerita tentang apa saja. Melepas rasa bosan akan rutinitas sehari-hari, begitulah kira-kira. Aku biasanya tidak terlalu mengikuti disetiap obrolan ibu-ibu di sekolah. Obrolan yang tidak jauh-jauh mengenai informasi tentang ibu-ibu yang lain. Tapi kali ini, pembicaraan sedikit  berbeda.

"Kasus itu sudah dianggap selesai, menurut ibu Reni tidak perlu diperpanjang lagi", ibu Titi mulai angkat bicara. Ibu Reni adalah pengajar yang dipercayai untuk memegang kelas yang kini sedang tertimpa kasus "surat kaleng".

Beberapa hari yang lalu, ibu Titi berusaha memberitahuku tentang kasus yang sedang melanda kelas tempat anak-anak kami belajar. Sibuk dengan rutinitas pagi, membuat aku tidak terlalu memperhatikan topik yang dibicarakan oleh bu Titi. Aku pikir masalah yang sama. Tentang anak perempuan berbadan besar yang acap kali melakukan bullying kepada anak-anak lain.

"Harusnya kasus ini diusut tuntas, dicari biang keroknya. Bukan apa-apa, hanya untuk memberi pelajaran kepada si pelaku untuk tidak melakukan hal yang sama di lain waktu", timpal ibu Titi kembali. Aku yang sedari tadi tidak terlalu mengerti dengan pembicaran para ibu-ibu super ini, hanya melongo. Mengikuti pembicaran dari satu ibu ke ibu yang lain. Berusaha mencari tahu masalah apa yang sedang dibicarakan oleh mereka. Tidak menemui apa-apa, akhirnya aku ikut bersuara.

"hm, ada kasus apa lagi nich ibu-ibu?", tanyaku kepo..hehe.. Maklumlah idealismeku menghalangiku untuk membicarakan hal-hal yang menurutku kurang bermanfaat, sehingga sering membuat aku ketinggalan berita. (bilang aja kurang pergaulan hihi)

"Ada seorang siswi kelas dua melakukan hal yang tidak wajar tehadap siswi lain, mengirimi surat kepada si nita yang isinya tidak mencerminkan sikap dan tingkah laku anak seusianya. Pada surat jelas tertera sebuah nama dari siswi di kelas yang sama, Rini, begitulah yang tertulis" kembali ibu Vivi menjelaskan duduk perkara dari kasus yang menjadi topik pembicaraan kami. Ibu Vivi yang senantiasa menghantar dan menjemput anak tunggalnya ke sekolah, selalu mengikuti perkembang berita yang beredar di lingkungan sekolah.

"Tapi kalo dilihat dari tulisannya, itu bukan tulisan Rini", kini ibu Rini angkat bicara. Karena kasus ini, ibu Rini harus menerima telepon yang tidak menyenangkan dari ibunya Nita. Adalah wajar bila ibu Nita bertindak demikin setelah kasus yang menimpa putri kecilnya. Hanya saja bila menilik tulisan di surat itu, menurut ibu Rini itu bukan tulisan putrinya. Sampai di sini aku masih kepo terhadap kasus yang sedang bergulir.

"Sebenarnya isi "surat kaleng" itu apa mbak?", tanyaku kembali. Rasa penasaranku yang belum terjawab sempurna membuat siang itu menjadi sedikit lebih menarik dari biasanya. Kasus baru, seandainya kasus ini menimpa putriku, tentunya aku akan mengejar si pelaku sampai dapat.

"Surat yang ditulis diawali dengan menyebut beberapa nama hewan, intinya si penulis ingin menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap si penerima surat. Dalam kasus ini, tentunya yang dimaksud adalah nita sebagai penerima, dan rini si pengirim surat," Ibu Vivi yang selalu tau perkembangan sekolah mencoba menjelaskan isi dari "surat kaleng" tersebut.

"Harusnya ibu Reni bisa mengenali tulisan yang ada di "surat kaleng", atau jangan-jangan ibu Reni memang sudah mengetahui siapa sebenarnya penulis dari "surat kaleng" tersebut? kataku sengit. Tidak habis pikir, kelas dua sekolah dasar sudah melakukan hal yang mengerikan seperti ini. Mengerikan? Kasus ini mengerikan bagiku. Ini sudah termasuk tindak penindasan, istilah kerennya bullying, bullying verbal tepatnya. Dampaknya bermacam-macam, yang terparah adalah ketika bullying harus berakhir dengan meregang nyawa. Dan motif bullying ini pun bermacam-macam. Entahlah apa yang mendasari si anak melakukan hal ini. Yang jelas korban dari kasus tidak hanya satu orang. 

"Iya, bu Reni sepertinya sudah mengetahui siapa penulis dari "surat kaleng" tersebut. Karena beberapa hari yang lalu bu Reni sempat berbicara kepada beberapa siswi kelas dua, diantaranya ada si Nana, Nini, dan Nunu", terang bu Vivi membenarkan perkataanku. Jika memang seperti itu adanya, Rini termasuk salah satu korban bullying yang dilakukan si X. 


***

Kasus di atas memaksa saya untuk mencari informasi tentang bullying yang kerap terjadi di sekolah. Ada banyak artikel yang membahas tentang ini. Salah satunya berasal dari sini. Artikel ini berbicara tentang penelitian yang dilakukan oleh Gentile dan Bushman, ada enam faktor yang bisa menyebabkan anak menjadi seorang pengganggu atau melakukan bullying kepada temannya. 

"Ketika semua faktor resiko ini dialami anak, maka resiko agresi dan perilaku bullying akan tinggi. Satu sampai dua faktor resiko bukan masalah besar bagi anak, namun tetap butuh bantuan orang tua untuk mengatasinya, " ungkap Gentile. Adapun ke enam faktor resiko yang dimaksud adalah 

1. Kecendrungan Permusuhan
Kelompok-kelompok yang terbentuk di sekolah membuka peluang bagi permusuhan. Begitu juga yang ada di sekolah anakku. Tidak hanya siswa siswi sekolah saja yang memiliki kelompok, orang tua murid pun sibuk dengan kelompoknya masing-masing. Bahkan kepentingan-kepentingan mereka acap kali bertentangan, menciptakan percikan-percikan permusuhan diantara keduanya. Walaupun tidak sampai membakar mereka-mereka yang terkait, namun hal ini bisa jadi merupakan salah satu penyulut bully yang terjadi saat ini. Entah secara kebetulan atau tidak, antara Rini dan ketiga siswi lainnya Nana, Nini dan Nunu memilki orang tua yang berbeda kelompok. 

Saya benar-benar tidak setuju akan hal ini, berusaha masuk disetiap kelompok adalah cara saya untuk tidak menjadi salah satu diantaranya. Sikap saya inipun tidak bisa diterima begitu saja oleh sebagian kecil dari mereka. Tapi apa peduli saya, selama saya melakukan hal yang benar menurut saya, rasa tidak suka mereka tidak menghalangi langkah apa pun yang akan saya ambil. Setidaknya itulah yang berlaku selama ini. :)

2. Kurang Perhatian
Rendahnya keterlibatan dan perhatian orang tua pada anak juga bisa menyebabkan anak mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Salah satunya pujian pada kekuatan dan popularitas mereka di luar rumah.

3. Gender Sebagai Laki-Laki
Tentang ini saya kurang setuju, karena tidak semua pelaku bullying adalah lelaki. Dalam kasus Nita-Reni contohnya, pelaku adalah anak perempuan.

4. Riwayat Korban Kekerasan
Biasanya,  anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung "balas dendam" pada temannya di luar rumah.

5. Riwayat Berkelahi
Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi karena mereka senang memperoleh pujian dari banyak orang.

6. Ekspose Kekerasan Dari Media
Merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam pembentukan karakter seorang anak, hal ini terjadi bila dalam penyajiannya tidak diukur, ditakar, ditimbang, disesuaikan dengan porsi yang harus diterima sesuai usia anak.

Keenam faktor di atas hanyalah teori belaka. Masing-masing orang tua pasti memiliki caranya sendiri dalam mendidik dan mengasuh buah hatinya. Dan saya yakin setiap orang tua akan berusaha memberikan yang terbaik untuk putra dan putrinya walau kendala tak jarang menghampiri.

Lalu ada satu artikel lagi yang menarik perhatian saya, bersumber dari sini, artikel ini membahas tentang tipe-tipe bullying, diantaranya :

1. Bullying secara verbal, misalnya dengan cara berkata-kata atau menuliskan sesuatu yang bermuatan sindiran, mengejek, komentar yang tidak pantas, dan ancaman.

Dalam keseharian tentunya hal di atas kerap kita jumpai, bisa di lingkungan keluarga, rumah, bertetangga, sekolah, atau bermasyarakat. Banyak sudah kasus bullying verbal yang terjadi di masyarakat. Sebagian melakukan karena tidak mengetahui bahwa tindakan yang telah mereka lakukan termasuk kategori bullying.

2.Bullying secara sosial, kadang-kadang disebut sebagai "relational bullying". Tindakan ini mengakibatkan rusaknya reputasi seseorang atau hubungan. Intimidasi sosial ini misalnya, mengajak anak-anak lain untuk tidak berteman dengan seseorang, menyebarkan rumor tentang seseorang, mempermalukan seseorang di depan umum.

3. Bullying secara fisik, tindakan ini menyakiti seseorang secara fisik.

Belajar dari kasus "surat kaleng", si pelaku telah melakukan dua tipe bullying secara bersamaan. Pertama bullying secara verbal, yaitu melalui kata-kata tidak sopan yang tertuang dalam "surat kaleng". Kedua bullying secara sosial, mengkambing hitamkan siswi lain akan merusak reputasi dari siswi tersebut.

***

Setelah pembicaraan sengit antara saya dan ibu-ibu di sekolah, masih ada satu yang tersisa, rasa penasaran saya akan penyelesaian kasus oleh ibu Reni yang kurang memuaskan. 

Ibu Reni mengambil keputusan seperti itu tentu bukan karena tanpa alasan. Dilihat dari segi bu Reni sendiri, beliau adalah seorang janda, mencari nafkah untuk anaknya yang sedang melanjutkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Jika kasus ini sampai muncul ke permukaan, nama baik ibu Reni sebagai pengajar akan dipertaruhkan. Untuk yang satu ini saya mencoba untuk bisa mentolerirnya. 

Tapi sungguh, keputusan ibu Reni untuk menutupi masalah bukan solusi yang tepat. Ini sama saja dengan kembali membiarkan penindasan merajalela. Sebut saja, anak perempuan dengan badan besarnya. Kelakuannya menganiaya siswa atau siswi lain sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah baginya atau bagi korbannya. Saya heran kenapa tidak ada tindakan yang tegas untuk kasus-kasus bullying ini. Apakah karena bullying sudah menjadi hal yang wajar di masyarakat. Mengerikan.

***
Bullying bukan hanya menjadi masalah bagi dunia pendidikan, tapi bagi kita semua. Pekerjaan rumah bagi negara ini dan penghuninya. Tugas kita semua untuk mencari solusinya. PR ini pasti bisa diselesaikan kok, asal mau. ^^

gambar dari sini

Tulisan ini tidak diikutsertakan dalam lomba apa pun, hanya curhatan emak-emak di tengam malam bolong...

#nama-nama yang terkait udah pasti disamarkan donk :)

Related Posts

4 comments

  1. Duh, anak kecil udah pake surat kalengan segala
    Tapi emang anak kecil suka bullying sih

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mak... makasih udah mampir :)

      Delete
  2. wuih...puanjang juga artikel surat kaleng ala anak sd nya....kudu banyak ng'luangin waktu buat bacanya sampe tuntas nih...;o)

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha kepanjangan ya...begitulah kalo lagi ada keingiinan menulis, pokoknya ditulis aja apa yang ada dipikran, jadi tanpa sadar hasilnya seperti di atas...

      tapi makasih sudah mampir di sini :)

      Delete

Powered by Blogger.