Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2015

Budaya Antri Yang Sering di Sepelekan

credi Kabut tipis masih terlihat di sepanjang jalan komplek tua. Motor ku pacu sedikit laju. Pagi yang selalu sibuk. Dengan dua putri yang bersekolah di tempat yang berbeda membuat ku selalu berkejaran dengan waktu. Aku tak tega bila harus memaksakan motor ringkihku menghajar jalanan dengan brutal. Tapi aku tak ada pilihan. Karena waktu tak pernah mau menunggu. Jadilah pagiku selalu dilalui dengan riuh. Kali ini kami berangkat sedikit lebih pagi. Tentu itu karena aku akan berkunjung ke salah satu toko swalayan terdekat. Sebenarnya aku lebih berminat membelikan anak-anakku panganan tradisional untuk bekal mereka tinimbang ragam jajanan yang disediakan toko swalayan. Tapi apa lacur susu tidak disediakan oleh acil langgananku. Jadilah pagi itu kami menjejakkan kaki ke toko yang menjadikan lebah sebagai maskotnya. Sesampainya di dalam anak-anak segera berpencar mencari panganan yang mereka suka. Aku memantau apa saja yang boleh mereka ambil. Ada beberapa pantangan yang tidak boleh...

Ide Yang Terperangkap

credit Sadis judulnya. Sebenarnya ini tentang sebuah keinginan. Sebuah aksi kehidupan yang diharapkan dapat mengubah hidup yang biasa-biasa saja berubah menjadi sedikit lebih menarik. Bukan, bukan sedikit lebih menarik, tetapi menjadikannya sebuah keajaiban. Perjalanan saya kali ini berawal dari ide yang tercetus 'hei saya perlu melakukan sesuatu yang lebih berarti dalam hidup saya'. Lalu terbersitlah apa yang kini tengah diupayakan. Mencari ide yang terperangkap, lalu menuliskannya. Iya, ini tentang apa yang telah saya mulai dengan blog ini. Blog ini mulanya untuk kepentingan bisnis. Ceritanya saya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang sukses meniti karir dari rumah. Saat itu saya berpikir bisnis yang saya tekuni dulu memang bisa dilakukan dari rumah. Meskipun hati kecil saya mengatakan tidak, saya tetap ngotot melakukannya. Beberapa tempo berjalan lancar dan target-target pun perlahan mulai tercapai. Hingga sampailah pada batas kebimbangan lanjutkan atau ti...

Antara Monas Dan Parkiran Gambir

Alunan musik rock berdentum-dentum memekakkan telinga. Air Conditioner mobil sejuta umat menyergap dingin. Membuat ujung-ujung kakiku mati menggigil. Tak jauh dari posisiku menunggu suami yang sedang menunaikan hajatnya, terdapat sebuah mushola. Pukul tiga sore, dari bangunan tempat kaum muslim biasa melaksanakan kewajibannya terdengar kalam-kalam Ilahi yang mulai dikumandangkan. Waktu Ashar hampir masuk. Aku masih meringkuk menahan dingin, gejala-gejala buang air kecil perlahan membayangi setiap gerak yang kubuat. Sementara tak ada tanda-tanda putri kecilku akan terbangun dari lelapnya. Di luar cuaca tampak panas. Beberapa penjaja makanan mewarnai area parkir Stasiun Gambir. Menyambangi gambir bukan untuk menjemput atau menghantar seseorang dari atau menuju sebuah tujuan. Hanya menemani pasangan melepaskan rasa penasaran. Terhadap game yang selalu memancing pertengkaran. Area parkir ini tepat berbatasan dengan pagar Monumen Nasional yang berada di belakang posisi parkir mobil kam...

House For Sale

Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah kisah singkat karya A.S. Laksana. Karyanya dimuat di salah satu surat kabar harian nasional yang terbit dari Surabaya. Dengan tajuk Dijual : Rumah Dua Lantai Beserta Kenangan di Dalamnya, bercerita tentang sepasang suami isteri yang sedang berada di ambang batas perceraian. Masalah-masalah yang sekiranya dianggap sepele oleh salah satu dari pasangan di dalam cerita ternyata bagi yang lain itu menjadi timbunan-timbunan konflik berkepanjangan. Dan pada akhirnya memaksa keduanya untuk segera mengambil keputusan yang tidak mudah. Mungkin seperti itulah yang bisa saya tangkap dari cerita pendek karya saudara A.S Laksana. Tapi tulisan ini tidak ingin membahas tentang cerpen A.S. Lakasana. Membaca cerpen ini seketika mengusik memori saya yang sudah lama terpendam. Ini menyangkut judul lagu yang diangkat oleh cerpenis. Membawa benak saya pada sebuah rumah yang entah seperti apa kini wujudnya. Rumah dalam kenangan saya tidak sama dengan ruma...

Catatan Hati Seorang Ibu

Lagaknya ibunya selalu di depan leptop. Bila ditanya oleh si buah hati "ibu sedang apa?" Si ibu selalu menjawab "ibu sedang membuat sebuah tulisan nak". Hampir selalu seperti itu setiap hari. Tanpa disadari oleh si ibu, ternyata si anak mengikuti apa yang selalu dikatakan oleh si ibu. Membuat sebuah tulisan.  Tulisan-tulisan itu berdasarkan apa yang dirasakan oleh si buah hati. Menggambarkan suasana hatinya, entah itu senang, sedih atau pun marah. Semua ditumpahkannya melalui tulisan-tulisan yang berserakan di kertas-kertas kecil di antara buku-buku sekolahnya.  Hal ini diketahui oleh si ibu ketika dirinya sedang membenahi buku-buku sekolah si buah hati. Tanpa sengaja si ibu menemukan coretan tangan si kecil yang berkisah tentang perasaannya. Si ibu pun tertegun lalu terduduk sembari menatap lekat pada kertas sobekan yang berada di genggamannya. Indera penglihatannya menulusuri kata demi kata yang tertuang, membacanya perlahan. Untuk beberapa saat si ib...