Ibu Mu Bukan Seorang Pembalap Sayang


gambar diambil dimari

"Bu, yang kebut," kata si kecil dengan suaranya yang lucu. Si kecil sering ku ajak serta ketika menghantar atau menjemput si kakak ke sekolah. Si kecil ku dudukkan di bagian depan jok motor, dia sangat menikmati perjalanan kami dari rumah ke sekolah. Kala itu cuaca cukup cerah, matahari pun bersinar ramah, sayang bila aku harus melewatinya dengan berkebut-kebut ria. Motor pun kukendarai dengan perlahan. Menikmati hari dan sapaan lembut angin pada wajahku yang manis ini.

"Bu, yang kebut bawa motornya," ulang si kecil lagi. Si kecil akan terus mengulangi perkataannya bila aku atau siapa pun yang dia ajak bicara belum merespon apa yang di ucapkannya. Mendengar dia mengulangi permintaannya, aku pun tersenyum simpul. Sepertinya kuda besi ini memang harus kupacu lebih cepat. Aku benarkan letak posisi kaca mataku. Aku condongkan sedikit ke depan tubuhku. Kurenggangkan jari jemariku, ku mainkan gas motor revo tua pemberian eyang kung tercinta. Brum...Brum..... Walau motornya keluaran tahun jebot, tapi suaranya tak kalah sangar dengan motor lainnya. 

Brum...brum....ku mainkan kembali gas motor tuaku. Motor keluaran tahun 2008 ini memiliki penampilan yang lebih tua dari usianya bila dibandingkan dengan motor revo suami yang lahir ditahun sebelumnya. Puluhan ribu kilo meter sudah jarak yang dia cipta, lelah terpancar jelas di bodinya yang tidak lagi mulus. Posisi stang yang sudah tidak sempurna, karat yang mulai tampak di beberapa titik bodi tuanya, semakin memperjelas motor ini hampir memasuki masa invalidnya. 

Brum...brum...kembali kumainkan gas motorku, jari jemariku menggenggam lembut handle stang motorku. Kakiku bertengger manis di pedalnya yang sedikit terkelupas. Ah, motor bebek ini memang tidak seanggun motor lainnya, ketika kebanyakan perempuan lebih memilih motor matic dalam kesehariannya. Aku justru lebih nyaman dengan motor yang satu ini. 

"Bu, motornya yang kebut," kembali terdengar permintaan anak bungsuku. Aku perhatikan dia mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang aku lakukan. Huft, dia sepertinya sudah tidak sabar untuk merasakan perpaduan antara kecepatan motor dan keahlianku dalam mengendarai motor. Sebenarnya aku merasa tidak enak bila terlalu sering menarik perhatian banyak orang. Tapi demi membahagiakan buah hatiku marilah kita lakukan apa yang dia mau.

Kembali aku benarkan letak posisi kaca mata yang mulai merosot dari batang hidungku. Kakiku dengan mantap mengganti gigi untuk mempercepat laju motorku. 

Brum....brum......segera terdengar raungan motor tuaku. Brum...brumm......suaranya ingin membuktikan kepada dunia bahwa usia bukan masalah untuk aksi heroiknya kali ini. 

Brum..brum...bodi motor boleh tampak tak anggun lagi tapi tentang asupan tak kalah dengan motor yang lain. Ketika kebanyakan motor lebih dipercayakan menggunakan bahan bakar premium sebagai energinya. Tidak dengan motor tua ini, pertamax adalah santapan yang aku sajikan setiap harinya. Apa kata dunia bila motor tua ini menggunakan bahan bakar minyak bersubsidi, bukan hak dia untuk mendapatkan bbm bersubsidi.

Brum..brum...ah suaranya masih cukup sangar. Itu terbukti dari tatapan orang-orang yang melihat aksi kami. Motor ini mungkin memang sudah berjodoh dengan pengendaranya, sehingga bisa berkolaborasi dengan baik. Menciptakan gerakan-gerakan indah, pengendara dan motor menyatu, dua badan satu jiwa. Aku begitu menghayati peranku sebagai pengendara dengan ketrampilan baruku. Jadi teringat dengan pembalap favorit kakak lelakiku, Valentino Rosi. Mungkin aku adalah versi perempuannya. hehe.

Brum..brumm....ada tikungan yang cukup tajam di depan sana. Posisi badan sedikit ku ubah, gas mulai aku kurangi perlahan. Kulewati dengan sempurna tikungan tajam itu, aku pun mulai menambah kecepatan lagi. Tapi sebelum keinginana itu sempat ku lakukan, aku mendengar seseorang berteriak memanggilku. 

"Mbak...ributtt.....,pusing saya mendengarnya..dari tadi maenin gasnya gak tanggung-tanggung ributnya," ujar ibu tetangga sebelah rumahku. Mukanya ditekuk tujuh menunjukan rasa tidak sukanya terhadap permainan balap motor yang kami lakukan di teras rumah.

"Maaf bu, tadi anak saya merengek-rengek minta kebut-kebutan," jawab aku merasa bersalah. Aku terlalu menghayati peranku dalam permainan pagi ini. Protes ibu tadi adalah tanda bagi kami untuk mengakhiri permainan balap motor kali ini. Kulihat tatapan kecewa anakku, tak tega aku melihatnya. Tapi permainan ini memang harus dihentikan sayang. Lain waktu kita lakukan dengan cara yang lebih aman ya . ^_^

Related Posts

5 comments

  1. hahaha, kebayang 'ribut'nya gmana :D.
    sama saja ya Mak, hehehe. pengen ngebahagiain anak walau cuma main balap-balapan :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha iya mak rina...
      untung cuma disemprot omongan, kalo ibu tetangga sebelah ngambil tindakan yang lebih ekstrem bisa lain lagi urusan hihi...kadang gak semua kehendak anak harus diikutin :) ... makasih udah mampir...

      salam kenal mak

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. untung ga di lempar gayung sama tetangga ya mbak
    hehehehehe

    ReplyDelete

Powered by Blogger.