Popok Bayi Sekali Pakai Menolong atau Menjerumuskan



sumber foto dari bayi.info

Hari ini si bungsu mengompol lagi. Jadwal saya untuk membereskan kamar anak-anak dan mengganti seprai kasur si sulung. Sebenarnya belum waktunya untuk mengganti sprai si sulung. Tapi kasurnya sudah terkena ompol adik perempuannya. Si sulung sangat wanti-wanti sekali bila adik perempuannya sudah berada di kasur miliknya. Padahal si adik hanya sekedar bermain atau dijadikan sebagai tempat pijakannya untuk mengambil mainan yang berada tidak jauh dari kasur kakak perempuannya. Kebetulan semalam adiknya tidur di kasur kakaknya tanpa sepengetahuan pemilik kasur. Rasanya kasur kakaknya lebih menarik untuk ditiduri bila dibandingkan kasur miliknya. Ternyata rumput tetangga lebih hijau tidak hanya berlaku di luar saja, di dalam kamar yang tidak berumput pun hal itu bisa berlaku. #eh??

21 maret nanti usia si kecil genap 3 th. Bila dibandingkan dengan sang kakak, masalah mengompol ini memang sedikit melewati masanya. Dulu si sulung genap 2 th sudah tidak mengompol di kasur lagi. Bahkan sebelum 2 tahun, ketika akan berpergian si sulung sudah tidak ingin menggunakan popok bayi sekali pakai. Walaupun si bungsu tidak setiap hari mengompol, tapi hal ini cukup mengganggu penghuni rumah lainnya. 

Setiap anak yang dilahirkan adalah unik, tidak akan pernah sama. Bayi yang kembar siam pun memiliki perbedaan baik dilihat dari sifat, sikap atau tingkah laku. Tak jarang sifat, sikap bahkan minat antar kembaran yang satu dan yang lain sangat bertolak belakang. Tapi berbeda dengan mengompol, menurut saya mengompol itu mengenai kebiasaan. Sebuah kebiasaan bisa diterapkan kepada siapa saja. Akan berhasil bila kebiasaan itu dilakukan secara konsisten. 

Bila saya ditanya kenapa si adik masih mengompol? Akan banyak alasan-alasan yang tertulis nantinya. Dan itu tidak perlu karena tidak penting. Tapi bila ditarik garis lurus, ujung-ujungnya nanti akan ketemu dengan yang namanya POPOK BAYI sekali pakai. Pada awal-awal kelahirannya si bungsu sudah saya perkenalkan dengan popok bayi sekali pakai walaupun tidak setiap hari hanya dalam kondisi tertentu seperti berpergian atau sedang musim hujan, berbeda dengan si sulung yang sedari awal tidak saya kenalkan dengan popok bayi sekali pakai. Parahnya lagi menginjak usia 4 bulan, hampir setiap malam si bungsu ditemani dengan popoknya, dan ini pun sangat berbeda dengan kakaknya yang tidak mengenal popok di malam hari kecuali ketika dia lagi sakit. Popok bayi sekali pakai ini sangat menolong saya. Kasur, bantal dan guling tidak bau pesing. Hemat celana boros pengeluaran tapi demi rasa nyaman si adik terutama si ibu tidak apa-apalah pengeluaran sedikit bengkak. Memasuki usia 1 th si bungsu mulai dijauhi dari popok bayi sekali pakai, sebenarnya saya tidak tahan dengan pengeluaran yang semakin membengkak. hehe.

Menggunakan popok bayi sekali pakai karena saya malas, inilah alasan yang paling tepat. Saya malas bila malam-malam harus bangun karena tangisan si kecil akibat celananya basah. Padahal mengompol termasuk salah satu cara belajar si kecil pada awal-awal kehidupannya. Dengan mengompol membuat dia akan merasa tidak nyaman maka dia menangis, dengan menangis akan ada ibu yang memberinya kasih sayang, menggantikan celananya yang basah, menina bobokannya, membelainya, menimangnya, inilah cinta. Ternyata mengompol tidak hanya tentang bau tapi cinta pun bermain di dalamnya.

Bagaimana bila mengompol berlanjut hingga usia anak-anak? Sebenarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal itu, tapi satu yang saya tahu bahwa POPOK BAYI SEKALI PAKAI cukup mangambil peran dalam masalah mengompol. Sekarang popok bayi sekali pakai bukan lagi hal yang langka, siapa saja bisa menggunakan. Harganya pun bervariasi, dari yang murah hingga yang mahal, tinggal menyesuaikan dengan kondisi keuangan.

"Adel ngompol terus, pakein popok donk seperti Haikal" begitulah kata Haikal. Ibunya berkerja paruh waktu di rumah saya, usia Haikal lebih kurang 5 th-an. Sebenarnya saya sedikit terkejut mendengar Haikal masih menggunakan popok. Bukan karena mengompolnya tapi karena popok yang dia gunakan. Saya tidak habis pikir, mari kita coba mengkalkulasikan kebutuhan popok ini. Asumsikan harga popok perbiji Rp 1.000 X 30 ( banyaknya hari dalam satu bulan) X 12 (banyaknya bulan dalam satu tahun) maka total yang harus dikeluarkan Rp 360.000,- dalam satu tahun. Tidak terlalu mahal ya, tapi dampak yang ditimbulkan tidak hanya ke buah hati tercinta saja bisa jadi lingkungan juga. Sekarang malah merembet ke lingkungan, kok bahasannya makin melebar ya ???

Bila sudah merembet-rembet ke lingkungan berarti hubungannya dengan cara penanganan terhadap limbah kotoran bayi pada popok bayi sekali pakai. Pada umumnya kita akan membuang limbah popok bayi sekali pakai tersebut begitu saja, termasuk saya salah satunya. Popok bayi sekali pakai ini digunakan untuk menampung urine dan tinja. Di dalam urine dan tinja ini terdapat bakteri dan virus yang berpotensi menularkan penyakit. Ada bagusnya sebelum membuang popok bayi sekali pakai kotoran yang ada dibersihkan dahulu, hal ini untuk menghindari penyakit yang bisa ditularkan dari kotoran bayi. Dan bagaimana dengan pembuangan limbah popok bayi sekali pakai sendiri. Dengan banyaknya problema masalah lingkungan kenapa juga harus ditambah dengan limbah popok bayi sekali pakai.

Orang tua zaman dulu lebih ramah lingkungan dibandingkan orang tua zaman sekarang. Menulis artikel ini membuat saya sadar ada nilai lain yang harus diperhitungkan selain dari gaya hidup. Mungkin nanti ketika saya diberi kepercayaan untuk seorang bayi laki-laki yang lucu, imut dan menggemaskan, popok bayi sekali pakai tidak akan ada di dalam kehidupannya. Kalo pun harus ada hanya dalam kondisi yang sangat terdesak. Semoga hal ini berlaku juga buat orang tua yang lain. Dan bila saya lupa, tolong ingatkan saya. hehe..

Related Posts

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.