gb. dari www.buylocalgeorgia.org
21 Maret adalah ulang tahun anak bungsuku, Savitka Adelia Putri. Genap tiga tahun sudah, baru tiga tahun perjalanannya di bumi yang tak lagi ramah seperti dulu, usianya masih sangat terlalu muda. Dunianya masih tentang ibu-bapaknya, kakaknya, eyangnya, bude-pakdenya, sepupu2nya dan sekelompok kecil teman bermainnya. Ah, jadi terbayang saat-saat proses persalinannya.
21 maret 2011 pagi hari, belum ada pendarahan, berarti belum waktunya si kecil keluar pikirku, karena waktu perkiraan melahirkan dari dokter kandungan pun adalah dua minggu kemudian. Tapi tidak bagi ibu mertuaku, beliau yang selalu sibuk bertanya kepada teman-teman beliau mengenai hal-hal yang sepatutnya perlu dikhawatirkan tentang persalinan, akhirnya beliau memutuskan untuk membawaku ke RS bersalin pada hari itu juga. Hal ini disebabkan ketika pegal-pegal yang kurasa semakin menjadi, menurut beliau inilah waktu bagi kami untuk segera berangkat menuju RS bersalin, RS Ibu & Anak Hermina Jatinegara.
21 Maret pukul 11.00 WIB, RSIB Hermina Jatinegara, pemeriksaan vagina thoucher pun dilakukan, vagina thoucher adalah cara untuk mengetahui pembukaan jalan lahir yaitu dengan memasukkan jari ke dalam liang senggama, rasanya sedikit kurang nyaman bagiku. Pembukaan dua, tanpa adanya pendarahan, berbeda dengan proses persalinan pertamaku. Beruntunglah aku memilki ibu mertua yang sangat perhatian, sehingga persalinan kali ini bisa berjalan sebagaimana semestinya.
21 Maret pukul 13.00 WIB, pecah ketuban, OMG, aku panik, aku tekan tombol nurse call berkali-kali, beberapa orang suster datang menghampiriku, memeriksa kondisi tubuhku. Rileks, tarik nafas dari hidung keluarkan perlahan-lahan dari mulut, jangan menekan otot perut (mengendan) begitulah saran suster kepadaku. Mudah melakukannya bila bayi yang berada di dalam perutku tidak berkontraksi. Dan akupun ditinggal kembali. Tampak beberapa suster hilir mudik di ruangan tempat aku bersalin, sementara aku sudah kepayahan menahan rasa sakit akibat kontraksi yang luar biasa hebatnya.
Kutekan kembali nurse call, suster-suster itu sedang sibuk membantu persalinan pasien yang bersebelahan dengan ruang bersalinku sehingga aku sedikit tidak digubris oleh mereka. Kembali ku tekan nurse call yang sedari tadi tidak lepas dari genggaman tanganku. Sebenarnya mereka berada tidak jauh dari tempat aku berbaring, tapi lidahku kelu, tak sanggup lagi aku memanggilnya.
" Tarik nafas bu, dibawa rileks, kalo ibu panik kasian adek bayi yang ada di dalamnya ", saran salah satu suster yang menghampiriku karena nurse call yang aku tekan berkali-kali.
Ah, suster tidak tahu saja usaha yang aku lakukan untuk membuat aku tetap rileks melewati fase demi fase persalinanku. Aku hanya ingin ditemani, suamiku dalam perjalanan dari Samarinda menuju Jakarta. Tipis harapanku persalinan kali ini bisa ditemani olehnya. Aku tidak enak bila harus merepotkan ibu mertuaku, berpikir aku bisa melewati persalinan tanpa ditemani sanak keluarga, aku pun tidak memanggil ibu mertuaku yang menunggu di luar. Ugh, rasa sakit itu kembali datang,
Nurse call kembali ku tekan, tak tahan rasanya. Datang menghampiriku beberapa suster, kali ini jangan tinggalkan aku, bayi yang berada di dalam perutku sudah menekan aku sedemikian rupa, tidak ada lagi ruang yang tersisa untuknya di dalam perutku ini, tidak melalui kata aku menyampaikan keinginanku itu, melalui bahasa tubuhku yang merespon setiap gerakan yang dilakukan buah hatiku. Desahan, erangan rasa sakitku adalah permintaan aku kepada para suster untuk jangan meninggalkan aku. Dan mereka harus mengerti bahwa inilah waktunya, setelah aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menekan otot perutku, tiba juga saatnya untuk melahirkan buah hatiku ke dunia yang baru untuknya.
Seandainya dokter yang menolong persalinanku datang tepat pada waktunya, mungkin akan mempercepat proses persalinanku kali ini. Sayangnya Dr. Savitri sedang melakukan operasi, Dr Ifzal Asril adalah pilihan yang ada saat itu.
"Suster, tolong panggilkan ibuku yang berada di luar", pintaku kepada salah satu suster. Ternyata aku tidak sekuat yang aku bayangkan. Aku memerlukan seseorang yang aku kenal untuk menemani aku melewati proses persalinan.
Persalinan keduaku ditemani oleh ibu mertua, atas saran beliau, aku memutuskan untuk menyerahkan proses persalinanku kepada Dr.Ifzal Asril. Ukuran tubuh bayi yang lebih besar dari kakaknya, 3.505 gram tepatnya, memaksa aku harus berjuang lebih keras, energiku mulai melemah, aku nyaris menyerah, aku katakan kepada ibu mertua aku tidak kuat lagi. Ah, beliau memang ibu yang baik. Doa tidak pernah berhenti dipanjatkan dari mulut beliau, motivasi dari beliau memberi aku kekuatan untuk melanjutkan proses persalinan.
21 Maret 2014, pukul 14.12 WIB, lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik, tubuhnya yang montok diletakkan di atas perutku, masih terlihat ada lendir di beberapa bagian tubuhnya. Rasa sakit itu, rasa putus asa yang sempat menghampiri, terlupakan begitu saja. Berganti oleh ucap sukur yang kupanjatkan atas kehadirat-Nya. Masih berdiri di sampingku ibu mertua yang menemaniku melewati masa-masa sulit tadi. Terpancar rasa bahagia di mukanya yang tak lagi muda. Mengingat hal ini, semakin memperjelas begitu banyak kesalahan yang aku lakukan kepadanya baik disengaja atau di luar kesengajaanku. Tapi percayalah, terlepas dari itu semua aku menyayangimu sama seperti ibu kandungku.
Dan untuk kau anakku, Savitka Adelia Putri, kisah ini bukan tentang hidup atau mati, kisah ini bukan tentang bagaimana kau harus membalas perjuangan seorang ibu ketika melahirkan tubuh mungilmu, bukan anakku. Hal-hal itu belum seberapa bila dibandingkan apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Tentang bagaimana kami mengenalkan mu kepada dunia dan isinya, tentang bagaimana menjalankan kehidupan ini. Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, kami berharap dapat memberikan yang terbaik untuk mu. Dalam sadarku sebagai seorang ibu, banyak kekurangan pada diri ini anak ku. Sejatinya hidup adalah proses yang tidak pernah berhenti. Maka begitu juga tentang kasih sayang yang kami berikan kepada mu dan kakak perempuanmu.
Selamat ulang tahun sayang, usiamu kali masih sangat muda, tapi kelak ketika kau dewasa, kau akan mengerti akan semua ini. Menulis ketika aku masih memiliki kesadaran bahwa aku adalah seorang ibu bagimu, tulisan ini sedikit mewakili kasih sayang itu sayang. Semoga kau dan kakak mu, menjadi orang yang berbahagia di dunia dan akherat. Penuh cinta dari kami, ibu dan bapak.
No comments:
Post a Comment