Aku Ikhlas Hidup Bersamamu

Diana, ya, sebut saja perempuan itu Diana. Dia sudah menikah dua kali. Pada pernikahan pertama, kehidupan rumah tangganya tidak berjalan harmonis. Keributan demi keributan sering terjadi. Tidak hanya adu mulut saja, kekerasan fisikpun kerap diterimanya. Wanita idaman lain sebagai salah satu sebab dari pertengkaran mereka. Cinta, dia bertahan karena mencintai kekasih belahan jiwa. Begitu besarkah cintanya sehingga dia sanggup menerima semua cobaan itu. 

"Sepuluh tahun aku berumah tanggga dengan Roy, dan selama itu kekerasan fisik kerap aku terima," segurat luka diwajahnya yang cantik tertangkap jelas olehku. Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar dalam membina rumah tangga. Dalam kurun waktu tersebut, kebahagiaan bukannya tak mampir. Keceriaan di rumah tangganya sempat dirasakan walau sebentar. Yaitu ketika seorang bayi laki-laki hadir di kehidupan mereka. Usia bayi yang terlalu singkat membuat euforia itu menghilang terlampau cepat. Tergantikan awan mendung yang terus bergelayut dalam biduk rumah tangganya. Sudah banyak usaha yang dilakukan untuk kembali menghadirkan janin di rahimnya. Kista yang bersarang di rahim dianggap sebagai pemicu tidak adanya pembuahan yang terjadi. Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, namun semua usaha sia-sia, Tuhan belum mau menjawab doanya.

"Samurai itu hampir lepas dari sarungnya, saat itu aku pasrah dengan apa yang akan terjadi. Alquran aku dekap di dadaku seraya berkata kepada suamiku bunuhlah aku, aku siap mati sahid di tanganmu," ceritanya kali ini benar-benar di luar nalarku. Mati sahid di tangan suami. Ah, yang benar saja, pikirku. 

Bukan hanya kali ini saja aku mendengar kisah tentang kekerasan dalam rumah tangga. Kebanyakan korban dari kisah-kisah tersebut adalah wanita. Aku selalu tidak habis pikir terhadap wanita yang masih mau mempertahankan pernikahan mereka. Bila anak yang menjadi alasan mereka untuk bertahan, apakah tidak terpikirkan bagaimana dampak psikologis anak bila dihadapkan pada pertengkaran orang tuanya. Bila cinta yang membuat mereka bertahan, ternyata benar kata orang bahwa cinta itu buta. Samurai yang hampir menebas pun tidak tampak oleh mata. 

"Kenapa mempertahankan pernikahan pertama mbak begitu lama, sepuluh tahun menderita fisik dan batin, untuk apa?" tanyaku tak habis pikir. Ceritanya bagaikan sinetron-sinetron yang aku lihat di tivi swasta, terlalu absurd bagiku.

"Karena cinta," jawabnya. Bila begini, aku kehabisan kata. Tak tau harus bicara apa. Cinta oh cinta. Begitulah cinta, samurai itu pun tidak mampu mematahkan cintanya. Badan besar suaminya membuat aku bergidik ketika membayangkan pedang panjang terayun di udara, siap mengoyak kulit putih mbak Diana. Ngeri. Tapi apakah cinta juga yang menghentikan tangan lelaki berkulit hitam itu. Atau dia terlalu pengecut untuk melanjutkan niatnya. Senjata itu terlalu gagah untuk seorang pengecut seperti dia. 

"Roy adalah seorang lawyer, dengan penghasilan perbulannya mampu menghantarkanku ke dokter specialis kecantikan ternama di Jakarta. Segala kebutuhan kami terpenuhi dengan sempurna," lain waktu mbak Diana menceritakan profesi suami pertamanya itu. Lawyer, profesi sebagai pengacara itukah yang dipertahankannya. Logika inilah yang bisa aku terima dari kisah pilu wanita cantik ini, terlalu picik memang. Tapi bila melihat betapa mbak Diana sangat menikmati hari-harinya yang selalu dimanjakan harta yang melimpah. Kucuran dana yang tidak pernah berhenti dari suaminya, supir yang selalu siap manghantar ke mana pun dia pergi. Dibalik polemik keluarganya yang tidak pernah usai, mbak Diana dihadapkan pada kenyataan bahwa suaminya adalah sumber dana yang tidak terbatas. Alasan inilah yang sangat masuk akal bagiku, bertahan karena harta. Harta ini pula yang mengundang wanita idalam lain untuk turut hadir di antara mereka.

"Luka di tangan ini salah bentuk frustasiku atas masalah yang menimpa kami," ceritanya kali ini tentang percobaan bunuh diri yang pernah dia lakukan. Sayatan di pergelangan tangannya tidak sebanding dengan luka hatinya. Bukan kematian yang dia dapat, tapi kenyataan bahwa dia adalah wanita lemah. Ironis.

Pernikahan itu pun harus berakhir. Setahun tanpa pendamping hidup. Tak lama kemudian dia pun melangsungkan pernikahan keduanya dengan seorang lelaki yang sudah dikenal lama. Lelaki ini pun kenal baik dengan mantan suaminya. Tetapi dia bukan seorang pengacara berduit, fulus sepertinya enggan mampir di bodinya yang kurus. Sempat mengenyam pendidikan disalah satu institut seni yang berada di Jakarta. Walaupun tidak dapat diselesaikannya, tapi ilmu desain grafis yang didapat bisa dijadikan sebagai sumber keuangannya. Untuk pernikahan keduanya, mbak Diana harus belajar ikhlas hidup dengan ekonomi pas-pasan. 

Kali ini cinta kembali menyapa, bukan kepada mbak Diana tetapi kepada lelaki berkepala botak. Lelaki yang menerima mbak Diana dengan segala rupanya. Walaupun lelaki ini tahu tidak ada cinta untuk dia, namun dia mau melanjutkan pinangannya ke jenjang pelaminan. Menjalani pernikahan tanpa adanya cinta dari sang isteri, tidak membuat lelaki berdarah minang ini berputus asa. Kesabaran terpancar jelas di setiap tutur katanya. Keikhlasan membuahkan hasil, kista yang diderita mbak Diana tidak menghalangi pasangan ini untuk segera memiliki buah hati pada usia pernikahan terbilang muda. Bandingkan dengan usaha yang dilakukan mbak Diana dulu, mengeluarkan uang demi memperoleh momongan. Jumlah yang dikeluarkan pun bukan alang kepalang banyaknya. Tapi tidak menghasilkan apa-apa, seberapa pun uang yang dikeluarkan masih terlalu murah bila dibandingkan dengan rasa ikhlas yang telah terpatri dengan rapi di hati mas Denny. Kini Tuhan memberi jawabnya untuk doa-doa yang terucap. Tak tanggung-tanggung, Tuhan memberikan mereka anak laki-laki dan anak perempuan, sepasang. Sungguh Tuhan maha pemurah. 

Tetapi dengan kehadiran kedua buah hati mereka, memperparah kondisi keuangan keluarga. Membengkaknya kebutuhan rumah tangga, membuat mbak Diana mengenang kembali mantan suaminya yang berkecukupan. Setelah sekian banyak luka yang ditorehkan, ternyata cinta masih bersemayam di hatinya. Ah, lagi-lagi aku berpikir apakah ini karena harta. Sebegitu besarkah pengaruhnya dalam hidup ini, hingga mampu membeli cinta.

"Mas Denny tau gak mbak klo mbak masih mencintai mantan suami mbak?" tanyaku  lugu. 

"Sebelum menikah semua aku jelasin, gitu juga tentang perasaan aku terhadap mantan suamiku. Kadang mas Roy masih sering menelponku dan mas Denny mengetahui itu. Dia suka sebal saja bila aku menerima telepon dari mas Roy, tapi hanya sebatas itu tidak pernah marah apalagi memukulku," jelas mbak Diana. Beruntung wanita ini mendapat lelaki yang luar biasa sabarnya. Berjuang mendapati cintanya mbak Diana tidaklah mudah. Tidak hanya pekerjaan kantor saja yang harus mas Denny lakukan, menyuci, memasak sudah hal yang biasa baginya. Tapi tidak pernah aku mendengar dia mengeluh, senyumnya selalu mengembang saat melakukan berbagai rutinitas sebagai bapak rumah tangga.

"Ini namanya kerja sama, punya anak dua yang masih kecil-kecil itu repotnya bukan main. Jadi bantuan mas Denny sangat menolongku. Bila aku menyuci, mas Denny menjemur. Atau sebaliknya. Ya, sama-sama ngertilah, karena kita gak pake ART," itu jawaban mbak Diana ketika aku mencoba bertanya kenapa mas Denny mau melakukan pekerjaan wanita.

Lima tahun sudah mas Denny dan mbak Diana menjalani rumah tangga mereka. Pertengkaran-pertengkaran kecil pun kerap mewarnai keluarga kecil ini. Tapi dengan sabar dan ikhlas mas Denny berusaha membimbing keluarganya menjadi sakinah, mawadah dan warahmah. Keikhlasan mas Denny terhadap cinta yang diberikan untuk mbak Diana, memberi pelajaran yang berharga kepada mbak Diana. Kini, mbak Diana perlahan tapi pasti telah mengikhlaskan masa lalunya. Bayang-bayang Roy sedikit demi sedikit mulai memudar. Di bawah imam mas Denny, insya ALLAH masa depan keluarga mbak Diana cerah. Secerah cintanya mas Denny untuk mbak Diana. Amin :)
   


#ini kisah nyata lho, nama-nama terkait sengaja disamarkan :)

Related Posts

14 comments

  1. hmm cerita yang mirip sinetron memang ya...hmm masih geleng-geleng kepala...terutama membayangkan sosok pengacara kok jadiu ingat sosok pengacara bintang TV itu hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. eh iya mak...ketika menulis cerita ini malah gak inget ada sosok pengacara di tivi dgn kisah kontroversianya hihi....

      Delete
  2. Saya mau komen apa, ya? Jadi lupa. Gara-gara baca komen Mak Ida di atas tentang pengacara bintang TV :)))

    Ini kisah nyata ya, Mak? Semoga Denny dan Diana menjadi keluarga samara, ya. Ikhlas itu memang perjuangan

    ReplyDelete
    Replies
    1. ih senengnya mak sary mampir :)...yes, this true story mom....amin..

      Delete
  3. HI,
    Keren yaaa
    Mampir juga yuk http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/04/bermimpilah-untuk-menjadikannya.html
    Terima kasih ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. siap bos...segera ke tkp..

      makasih udah mampir :)

      Delete
  4. waduh...saya agak bingung juga dengan yg namanya diana ini,,,,cintanya ternyata masih ada untuk mantan suaminya..yg selalu memukulnya....., untunglah pak deny orangnya sabar ya....,
    selamat berlomba..semoga menjadi yg terbaik...
    keep happy bloggging always...salam dari Makassar :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kadang cinta memang membingungkan.....

      salam juga dari jakarta :))

      Delete
  5. aamin...
    cuma ada satu komentar: mati syahid di tangan suami???!

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha...begitulah ceritanya :))

      Delete
  6. syukurlah pernikahan seperti neraka segera berakhir. Dan ternyata diberi pengganti yang lebih baik.
    Makasih ya sudah ikut serta GA ku

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mak... makasih sudah mampir :))

      Delete
  7. Wuah so sweet yah mas deni bisa menerima mba Diana apa adanya

    ReplyDelete

Powered by Blogger.