Pernikahan si Bungsu


Untuk adik kecilku,

Mungkin saat ini kau sedang duduk takzim berdampingan dengan lelaki yang akan menjadi imammu. Kau hanya duduk diam, karena pada titik ini, lelakilah yang akan berbicara . Sudah pasti sekarang kuku-kukumu telah berwarna merah kehitaman, setelah semalam kau melakukan malam bainai  yaitu malam seribu harapan. Seribu doa dipanjatkan untuk anak daro yang akan melangsungkan akad nikah pada keesokan harinya. Tumbukan daun inailah yang membuat warna kukumu menjadi merah kehitaman.

Keheningan segera menggelayut ketika akad nikah akan berlangsung. Semua orang menunggu dengan diam. Begitu juga dengan lelaki tua yang duduk tak jauh dari dirimu, bapak. Matanya menatapmu lekat, sorotnya lembut, aku sangat hapal dengan tatapannya itu. Lelaki yang selalu bersemangat dalam mempelajari Islam. Kamu tahu, aku sangat merindukannya. Pada hari inilah kewajibanya sebagai seorang ayah akan segera tunai. Menghantarkan putri bungsunya untuk menyempurnakan separuh agama.  

Sampai di sini ingatanku mulai berkabut, ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa kita telah ditinggal pergi oleh mamak satu-satunya. Aku tahu bagaimana perasaanmu dalam menghadapi kenyataan ini. Kita sama-sama tahu bagaimana peran mamak dalam adat minang. Seorang mamak adalah kunci berlangsungnya sebuah pernikahan. Tanpa izinnya maka tidak ada pernikahan. Itu bila bicara pernikahan berdasarkan adat istiadat minang. Lain cerita bila pernikahan dilihat dari sisi syariat Islam, mitsaqon gholizo akan tetap berlangsung selama syarat sah nikah telah terpenuhi. Namun terlepas dari itu semua, kehadiran seorang mamak lebih penting tinimbang peraturan adat sekalipun. Aku tahu, kau mengharapkan kami semua bisa berkumpul saat ijab dan qobul terucap. Tapi sekali lagi kita kembali terbentur oleh kondisi yang tidak mendukung untuk itu. Sungguh, kami, khususnya aku, sangatlah ingin menyaksikan akad nikahmu itu adikku.

Adikku, kakak berharap segala sesuatu yang telah direncanakan dapat berjalan lancar. Maafkan kakakmu ini bila tidak bisa menemanimu melewati memorable momentmu. Sungguh kakak ingin sekali melihat wajah bahagiamu ketika mengetahui di depan sana telah ada kekasih hati yang akan mewarnai hari-harimu selanjutnya. Lelaki yang siap mencurahkan waktunya untuk mendengarkan segala tuturmu, lelaki yang akan berbagi tempat tidur denganmu.

Kamu ingat, dulu, kita suka sekali berebutan tempat tidur di samping  mak tercinta. Masih jelas rupamu saat itu, ketika kamu dengan nada sedikit menggoda mengatakan “ini mak devi” seraya memeluk perempuan yang kita perebutkan. Ah, itu adalah masa-masa indah bagiku. Pernah suatu ketika, raut kesalmu menghiasi wajah manismu.  Ketika mengetahui aku, kakakmu, telah tertidur lelap di samping mak yang terbaring letih. Sungguh bukan maksudku untuk mengambil tempatmu, kulakukan itu sebagai bentuk balas dendamku pada waktu yang telah merenggut kebersamaanku dengan beliau. Kau tahu adikku, dengan tidur di samping beliau, aku jadi tau seberapa kerasnya wanita yang terbaring dalam penat ini memecut dirinya untuk tetap produktif. Kini mungkin beliaulah yang paling sibuk ke sana dan kemari, memastikan semua rencana berjalan dengan semestinya. Meskipun kebahagiaannya kali ini berselimut duka.

Adikku, pernikahan itu sakral, begitu sakralnya sehingga Allah menyebutnya mitsaqon gholizo (perjanjian yang kokoh). Entah karena nilai kesucian yang dikandungnya atau karena hal yang lain, maka bagi sebagian orang, pernikahan diidentikkan dengan pesta mewah dan meriah. Tetapi tanpa itu pun tidak mengurangi nilai kesucian yang terkandung dari sebuah pernikahan.  

Adikku, mungkin pada detik ini kau telah sah menjadi seorang istri. Aku ucapkan selamat untukmu dan suamimu. Tidak banyak yang bisa aku lakukan untukmu. Melalui tulisan ini aku berharap kau mengerti bahwa kami semua mendukungmu. Walau hanya melalui doa.

Selamat menempuh hidup baru adikku, semoga kelak kau dan suamimu bisa membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan waromah. Amin.

“Barakallahu laka wa Baraka ‘alaik wa jama’a bainakuma fi khair”
Mudah-mudahan Allah memberkahimu, baik ketika senang maupun susah dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan (HR. Abu Daud, Tirmidjzi dan Ibn Majjah)

Related Posts

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.