Tanggal dan bulan yang sama dengan sepuluh tahun yang lalu. Orang menyebutnya ulang tahun pernikahan. 12 Desember 2014, sepuluh tahun sudah kita menghabiskan waktu bersama kawan. Lalu setelah satu dasawarsa kebersamaan, apa yang telah kita dapatkan?
***
Konon pada awal-awal pernikahan adalah yang terberat bagi sepasang suami istri. Ego yang masih sering membuncah, kepercayaan yang belum terbentuk, ekonomi yang masih labil dan beberapa hal lainnya yang menyebabkan kehidupan rumah tangga menjadi tidak harmonis. Dulu, matamu melirik sedikit saja ke wanita lain sudah menjadi perkara serius untuk kita. Aku menyebutnya itu bukan cemburu tapi sebagia wujud perhatianku padamu. Demi keutuhan rumah tangga maka tercetuslah beberapa larangan yang haram kau lakukan. Melanggarnya sama saja menabuh perang denganku.
Kini, ketika malam telah larut, anak-anak tertidur lelap, masa-masa itu menjadi cerita manakala kantuk belum menyapa. Mengenang pertikaian-pertikaian kita dulu, menjadi pembelajaran untuk masa sekarang dan yang akan datang. Berada di posisi bukan sebagai pemain membuat kita mudah melihat pokok permasalahan. Betapa dulu emosi mudah sekali terpancing. Keakuan masih begitu kental. Jangan tanya soal kepercayaan bila tiap menit aku menelepon dan mempertanyakan apa yang sedang kau lakukan. Idealnya setelah satu dasawarsa pernikahan, kita lebih bijak menyikapi setiap permasalahan. Berharap kita akan seperti itu.
Seperti apa jadinya bila hidup tanpa masalah? Membosankan. Tapi bagaimana bila hidup penuh masalah? Kacau bung.
Sekian tempo bersama bukan berarti kita lepas dari persoalan. Justru di depan sana tingkat kesulitannya lebih kompleks tinimbang di awal. Tapi, setidaknya kita sudah punya modal sepuluh tahun pengalaman. Kesalahan-kesalahan masa lalu adalah pembelajaran untuk bisa melangkah ke depan. Segetir apa pun pengalaman adalah cara alami dalam pembentukan karakter seseorang, memanusiakan manusia. Dari situlah bermuaranya pengertian, kejujuran dan kepercayaan. Dengan catatan kita terima kesalahan masa lampau, bukannya berpaling dan meninggalkan atau bahkan melupakan. Agar hikmah yang terkandung di dalamnya bisa kita petik dikemudian hari.
Terkadang kesalahan yang sama suatu waktu akan terulang. Berarti kita belum menemukan kesepakatan atas penyelesaian.
Konflik yang sama kembali muncul ke permukaan, mungkin kita harus berhenti sejenak lalu melepaskan beban dan membiarkannya tergeletak tak berdaya. Mungkin kejenuhan tengah merajai kita. Rutinitas tidak jarang membuat tubuh dan pikiran kita menjadi tegang. Terkadang ketegangan ini mempengaruhi tingkah laku kita menjadi sedikit tidak terkendali. Sampai di sini kita harus lebih hati-hati, jalanan yang kita tempuh lebih rawan dari sebelumnya. Sedikit salah melangkah akan fatal akibatnya. Ternyata waktu tidak pernah cukup untuk kita belajar kehidupan.
Sebagian orang berasumsi bahwa taraf hidup berbanding lurus dengan kebahagiaan. Mereka berpikir seperti itu mungkin menjadikan materi sebagai parameter sebuah kebahagiaan.
Lalu kita pun tidak terlepas dari masalah keuangan. Bohong bila aku katakan kita tidak memerlukan rupiah, meskipun pada awalnya aku sempat berpikir hidup tidak melulu tentang fulus. Tetapi yang terpenting di sini adalah bagaimana cara kita menghadirkan rasa sukur terhadap keadaan. Dan kebahagiaan aku melihatnya dengan cara yang berbeda. Karena tolak ukur kebahagiaan tiap orang tidak sama. Sepuluh tahun menghabiskan waktu bersamamu, maka yang bisa aku sampaikan di sini adalah aku akan bahagia ketika kita mampu menerima segala kondisi dengan ikhlas tanpa mengeluh. Aku akan bahagia ketika kita bisa tersenyum tulus dengan segala kekurangan akan kita. Aku akan bahagia ketika kita bisa tertawa lepas dengan kedua putri cantik kita. Aku bahagia ketika melihatmu bahagia.
Pada akhirnya dari semua hal yang membangun tentang kita, agama adalah pondasi utamanya.
Pengetahuan kita tidak mumpuni bila bicara agama. Hanya saja hingga saat ini yang kurasakan peran agama begitu penting dalam kehidupan. Bersujud dan mengadu kepada sang Kholik membuat beban menjadi lebih ringan. Sungguh, rasa jenuh akan sirna ketika aku selesai mengambil air wudlu. Bagaimana dengan sholat? Bila dengan berwudlu saja sudah bisa memberikan rasa damai, apalagi dengan sholat.
Aku sering membayangkan suatu saat nanti aku, kamu dan kedua putri cantik kita duduk bersama di dalam satu ruangan, Beralaskan lampit bambu dan beberapa sajadah. Lalu kamu dengan syahdu melantunkan kalam-kalam ilahi. Sementara kami akan mengikutimu dengan takzim. Lalu kita akan membahas arti yang terkandung dari tiap-tiap ayat yang kita baca. Betapa bahagianya bila keinginanku itu bisa terealisasikan. Jika hal itu telah terwujud, maka pengetahuan kita tentang agama sudah pasti lebih mumpuni dari sekarang. Dan keraguan hidup pun mendapat jawabnya. InsyaAllah. :)
***
Terima kasih untuk sepuluh tahun ini. Semoga tahun-tahun selanjutnya lebih berwarna dan bermakna. Amin Allahumma Amin.
Happy anniversary ^^
ReplyDeletethank you sis ^^
DeleteMudah2an selalu rukun, langgeng, dan penuh keberkahan ya mbak, rumah tangganya :)
ReplyDelete