Oleh-Oleh dari Ingress Anomaly

Ini kisahku beberapa minggu yang lalu. Sedari pagi aku sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, bekal, baju ganti, mainan, dan apa pun itu yang bisa membuat kedua buah hatiku dapat menikmati hari. 

Seharian di TMII seharusnya tidak membuatku khawatir akan kehabisan bahan untuk menghibur resah dan gelisahnya anak-anak. Beragam pilihan ditawarkan oleh TMII. Ada taman burung dengan koleksi jenis unggasnya yang beragam dan berwarna. Meniliknya memperluas pengetahuan tentang unggas-unggas yang terdapat di nusantara. Ada juga anjungan-anjungan daerah dengan info-info menarik mengenai adat istiadat yang dianut di tempat tertentu di negeri ini. Dari sini anak-anak mengerti betapa kayanya tanah yang mereka huni ini. Atau pilihan dialihkan ke istana anak yang berdiri anggun bagaikan kerajaan-kerajaan yang ada di dalam dongeng. 

Mengunjungi TMII tentu karena masing-masing dari kami memang memiliki kepentingan. Bapaknya anak-anak misalnya yang sudah megalokasikan waktunya jauh-jauh hari untuk even komunitas gamenya, Ingress Anomaly Persepolis. Lalu anak-anak yang selalu heboh dengan semua hal yang disajikan oleh TMII. Mulai dari anjungan hingga badut-badut yang meramaikan di beberapa titik area Taman Mini Indonesia Indah. Kemudian ibunya anak-anak, aku, rasa penasaran berada dibalik kemudilah yang membawaku ke TMII. Beragam kepentingan dalam satu waktu. Bila tak pandai-pandai melakukan tawar menawar antar individu, maka bersiap-siaplah menghadapi hari penuh kekacauan. :))

Sibuk dengan komunitasnya, suamiku pun tak segan-segan menyerahkan kunci mobil ke istri tercintanya. Sebenarnya itu sudah kuduga sedari awal. Kunci mobil itu pasti akan mudah kudapati, karena Ingress Anomaly kali ini sudah lama dinanti olehnya. Namun sebelum kuubah arah kemudi kutanyakan padanya, "Bapak percayakan kalau ibu sudah bisa menyetir?". Sebuah kepercayaan menjadi modal bagiku untuk memupuk keberanian dalam mengarungi jalan-jalan sempit TMII yang sedikit lebih ramai ini. 

Setelah suamiku memberikan izinnya maka petualangan mengemudi pun dimulai dari depan anjungan Sulawesi Selatan sebagai tempat berkumpulnya suami dengan kawan-kawan komunitas gamenya. Pukul sembilan, jalan di depanku tak terlampau lebar dan sedikit menanjak. Kiri kanan terparkir mobil-mobil pribadi dengan aneka rupa. Dua puluh meter dari posisi mobilku terdapat truk dibahu kanan jalan. Aku terdiam sejenak. Mampukah aku melewati celah diantara mobil-mobil yang berderet rapat di bahu-bahu jalan. 

Waktu terus melaju. Hingga beberapa menit lamanya aku masih terpaku di dudukku. Anak-anak mulai gelisah, mereka sudah tak tahan ingin segera mengunjungi tempat-tempat favorit mereka. Sedikit berdoa kuubah posisi persneling, kopling perlahan-lahan kuangkat, mobil pun berjalan pelan. Hingga sampailah aku di samping truk yang terparkir di sisi kanan jalan. "AKU BISA," kuyakini diriku. 

Kuarahkan roda empat ini agar tak menyentuh kendaraan di samping kananku. Pelan, pelan, pelan dan JEBRET, kaca spion bagian kananku menyerempet sisi kiri badan truk. Aku kaget dan terdiam. OMG. Naas bagiku. Tak pelak lagi, baret pun mencoreng bodi mulus mobil yang kukendarai. Karena panik aku tidak terlalu paham siapakah yang melakukan kesalahan. Tapi, itu pun tidak terpikirkan olehku. Karena setelah berhasil menepi aku segera turun dan mengecek bodi mobil tanpa memikirkan siapakah yang telah melakukan kesalahan. Aku atau supir truk?

Namun kecelakaan kecil dipagi hari itu tidak membuatku jera melanjutkan belajar mengemudi. Keliling TMII tetap dilakukan. Anak-anak pun tampaknya tidak trauma melihat ibunya mengemudikan roda empat yang mereka tumpangi. Bila penat tak datang menghampiri mungkin isi bensin tak akan cukup untuk mengelilingi TMII. Lelah, kami pun menghabiskan waktu di Istana Anak sembari menanti suami usai menunaikan hajatnya. 

"Ibu kalau gak yakin bilang dari awal!" Kalimat itu yang meluncur kemudian setelah aku menceritakan kronologi kecelakaan kepada suamiku. Tetapi bukankah di awal aku sudah menanyakan hal yang sama padanya. Aku butuh sebuah kepercayaan agar bisa menghalau rasa raguku menjadi sebuah keyakinan. Dan bila kunci mobil sudah diserahkan dan kepercayaan sudah diberikan bukankah itu tandanya bila diri sudah siap dengan segala resiko yang ada. Entahlah, karena bila alasanku yang ini tak bisa diterima maka akan ada alasan-alasan lain yang akan kugunakan sebagai pembelaan dariku. :))

Related Posts

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.